Bingung dengan Kurikulum Merdeka ? Simak Penjelasan Lengkapnya

 


—Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Kurikulum Merdeka. Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan sejak tahun ajaran 2021/2022, Kurikulum Merdeka yang sebelumnya dikenal sebagai Kurikulum Prototipe telah diimplementasikan di hampir 2.500 sekolah yang mengikuti Program Sekolah Penggerak (PGP) dan 901 SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) sebagai bagian dari pembelajaran paradigma baru.

Mulai tahun 2022, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan satuan pendidikan meskipun bukan Sekolah Penggerak, mulai dari TK-B, SD dan SDLB kelas I dan IV, SMP dan SMPLB kelas VII, SMA dan SMALB dan SMK kelas X.

“Tolong diingat bahwa kurikulum ini adalah opsi atau pilihan bagi sekolah, sesuai dengan kesiapannya masing-masing. Tidak ada transformasi proses pembelajaran kalau kepala sekolah dan guru-gurunya merasa terpaksa. Satuan pendidikan dapat memilih untuk mengimplementasikan kurikulum berdasarkan kesiapan masing-masing,” kata Nadiem seperti dikutip dari laman kemdikbud.go.id beberapa waktu lalu.

Nadiem menyebutkan beberapa keunggulan Kurikulum Merdeka.

  • Lebih sederhana dan mendalam karena kurikulum ini akan fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya.
  • Tenaga pendidik dan peserta didik akan lebih merdeka karena bagi peserta didik, tidak ada program peminatan di SMA, peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya.
  • Bagi guru, mereka akan mengajar sesuai tahapan capaian dan perkembangan peserta didik.
  • Sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.
  • Lebih relevan dan interaktif di mana pembelajaran melalui kegiatan projek akan memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila.

 Satuan pendidikan dapat memilih tiga opsi dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka pada Tahun Ajaran 2022/2023.

  • Pertama, menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang sedang diterapkan.
  • Kedua, menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan.
  • Ketiga, menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar.

Next : Pertanyaan yang sering muncul terkait Kurikulum Merdeka dan penjelasan dari Kemendikbudristek.

Berikut adalah pertanyaan yang sering muncul terkait Kurikulum Merdeka dan penjelasan dari Kemendikbudristek.

Apakah yang dimaksud dengan Kurikulum Merdeka ?

Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Projek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Projek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.

Berbagai studi nasional maupun internasional menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama. Studi-studi tersebut menunjukkan bahwa banyak dari anak-anak Indonesia yang tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Temuan itu juga juga memperlihatkan kesenjangan pendidikan yang curam di antarwilayah dan kelompok sosial di Indonesia. Keadaan ini kemudian semakin parah akibat merebaknya pandemi Covid-19.

Untuk mengatasi krisis dan berbagai tantangan tersebut, maka kita memerlukan perubahan yang sistemik, salah satunya melalui kurikulum. Kurikulum menentukan materi yang diajarkan di kelas. Kurikulum juga mempengaruhi kecepatan dan metode mengajar yang digunakan guru untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Untuk itulah Kemendikbudristek mengembangkan Kurikulum Merdeka sebagai bagian penting dalam upaya memulihkan pembelajaran dari krisis yang sudah lama kita alami.

Apa pergantian ini tidak terlalu cepat ?

Kita perlu memahami dua perbedaan sebelum berbicara tentang pergantian kurikulum, yakni antara kerangka kurikulum nasional dan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kurikulum nasional merupakan kurikulum yang ditetapkan pemerintah sebagai acuan para guru untuk menyusun kurikulum di tingkat satuan pendidikan. Sedangkan, kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan kurikulum yang seharusnya secara periodik dievaluasi dan diperbaiki agar sesuai dengan perubahan karakteristik peserta didik serta perkembangan isu kontemporer. Kerangka kurikulum nasional harus memberikan ruang inovasi dan kemerdekaan, sehingga dapat dan harus dikembangkan lebih lanjut oleh masing- masing sekolah. Pada Intinya, kerangka kurikulum nasional seharusnya relatif ajeg, tidak cepat berubah, tapi memungkinkan adaptasi dan perubahan yang cepat di tingkat sekolah. Inilah yang Kemendikbudristek lakukan dengan merancang Kurikulum Merdeka.

Faktanya, laju perubahan kurikulum nasional kita sebenarnya tidak terlalu cepat, bahkan melambat. Jika kita perhatikan, sejak ditetapkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, laju perubahan kurikulum melambat dari KBK di tahun 2004, KTSP di tahun 2006, dan yang terakhir adalah Kurikulum 2013 (K-13) di tahun 2013. Kurikulum Merdeka baru akan menjadi kurikulum nasional pada tahun 2024. Dengan kata lain, pergantian berikutnya baru akan terjadi setelah kurikulum yang sebelumnya (K-13) diterapkan selama 11 tahun dan melewati setidaknya empat menteri pendidikan. Maka, fakta ini mematahkan pemeo “Ganti Menteri, Ganti Kurikulum”.

Ada dua tujuan utama yang mendasari kebijakan ini. Pertama, pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek, ingin menegaskan bahwa sekolah memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai kebutuhan dan konteks masing-masing sekolah. Kedua, dengan kebijakan opsi kurikulum ini, proses perubahan kurikulum nasional harapannya dapat terjadi secara lancar dan bertahap.

Pemerintah mengemban tugas untuk menyusun kerangka kurikulum. Sedangkan, operasionalisasinya, bagaimana kurikulum tersebut diterapkan, merupakan tugas sekolah dan otonomi bagi guru. Guru sebagai pekerja profesional yang memiliki kewenangan untuk bekerja secara otonom, berlandaskan ilmu pendidikan. Sehingga, kurikulum antar sekolah bisa dan seharusnya berbeda, sesuai dengan karakteristik murid dan kondisi sekolah, dengan tetap mengacu pada kerangka kurikulum yang sama.

Perubahan kerangka kurikulum tentu menuntut adaptasi oleh semua elemen sistem pendidikan. Proses tersebut membutuhkan pengelolaan yang cermat sehingga menghasilkan dampak yang kita inginkan, yaitu perbaikan kualitas pembelajaran dan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, Kemendikbudristek memberikan opsi kurikulum sebagai salah satu upaya manajemen perubahan.

Apa kriteria sekolah yang boleh menerapkan Kurikulum Merdeka ?

Kriterianya ada satu, yaitu berminat menerapkan Kurikulum Merdeka untuk memperbaiki pembelajaran. Kepala sekolah/madrasah yang ingin menerapkan Kurikulum Merdeka akan diminta untuk mempelajari materi yang disiapkan oleh Kemendikbudristek tentang konsep Kurikulum Merdeka. Selanjutnya, jika setelah mempelajari materi tersebut sekolah memutuskan untuk mencoba menerapkannya, mereka akan diminta untuk mengisi formulir pendaftaran dan sebuah survei singkat. Jadi, prosesnya adalah pendaftaran dan pendataan, bukan seleksi.

Kemendikbudristek percaya bahwa kesediaan kepala sekolah/madrasah dan guru dalam memahami dan mengadaptasi kurikulum di konteks masing-masing menjadi kunci keberhasilan. Dengan demikian, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan di semua sekolah/madrasah, tidak terbatas di sekolah yang memiliki fasilitas yang bagus dan di daerah perkotaan.

Namun, kita menyadari tingkat kesiapan sekolah/madrasah berbeda-beda karena adanya kesenjangan mutu sekolah/madrasah. Oleh karena itu, Kemendikbudristek menyiapkan skema tingkat penerapan kurikulum, berdasarkan hasil survei yang diisi sekolah ketika mendaftar. Sekali lagi, tidak ada seleksi dalam proses pendaftaran ini. Kemendikbudristek nantinya akan melakukan pemetaan tingkat kesiapan dan menyiapkan bantuan yang sesuai kebutuhan.

Salah satu semangat dalam Kurikulum Merdeka ialah penyelenggaran pembelajaran yang inklusif.

Apa yang dimaksud dengan pembelajaran yang inklusif ?

Kurikulum merupakan instrumen penting yang berkontribusi untuk menciptakan pembelajaran yang inklusif. Inklusif tidak hanya tentang menerima peserta didik dengan kebutuhan khusus. Tetapi, inklusif artinya satuan pendidikan mampu menyelenggarakan iklim pembelajaran yang menerima dan menghargai perbedaan, baik perbedaan sosial, budaya, agama, dan suku bangsa. Pembelajaran yang menerima bagaimanapun fisik, agama, dan identitas para peserta didiknya.

Dalam kurikulum, inklusi dapat tercermin melalui penerapan profil pelajar Pancasila, misalnya dari dimensi kebinekaan global dan akhlak kepada sesama serta dari pembelajaran berbasis projek (project based learning). Pembelajaran berbasis projek ini nantinya akan otomatis memfasilitasi tumbuhnya toleransi sehingga terwujudlah inklusi.

Dukungan dari orang tua merupakan salah satu kunci keberhasilan penerapan Kurikulum Merdeka. Dengan demikian, secara konkret orang tua bisa menjadi teman dan pendamping belajar bagi anak. Memahami kompetensi yang perlu dicapai anak pada fasenya. Orang tua dapat pula mempelajari buku-buku teks yang digunakan dalam Kurikulum Merdeka melalui buku.kemdikbud.go.id. Kemendikbudristek terus berupaya untuk menghadirkan dan menyediakan buku-buku yang lebih asik, tidak terlalu padat, dan lebih banyak ilustrasi menarik dengan tema yang lebih menyentuh dan relevan.

Kurikulum Merdeka dapat terus diterapkan secara berkelanjutan melalui tiga hal. Pertama, regulasi yang fundamental, misalnya Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Regulasi dapat menjadi acuan bagi pengembangan kompetensi guru dan kepala sekolah juga banyak hal lainnya.

Kedua, dari sisi asesmen. Kurikulum harus didampingi sistem penilaian atau asesmen yang baik sebagaimana Asesmen Nasional (AN). AN sangat berbeda dengan Ujian Nasional. AN dirancang bukan untuk menguji pengetahuan, tetapi untuk menilai kemampuan bernalar para peserta didik. AN juga menjadi penilaian yang menggambarkan gagasan sekolah yang ideal. AN sendiri bukan hanya untuk menilai peserta didik dan sekolah melainkan menilai pula kinerja pemerintah daerah. Melalui hasil penilaian kinerja daerah tersebut, nantinya pemerintah pusat dapat memberikan kebijakan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan konteks masing-masing satuan pendidikan dan daerah.

Ketiga, dukungan publik. Dukungan publik menjadi hal krusial lainnya dalam keberlanjutan penerapan kurikulum. Dukungan publik yang kuat akan sulit menggoyahkan pergantian kebijakan.

Apa bedanya Kurikulum Merdeka dengan kurikulum prototype ?

Kurikulum Merdeka adalah nama kurikulum yang sebelumnya disebut dengan kurikulum prototipe yang merupakan pembelajaran paradigma baru yang diterapkan pada Program Sekolah Penggerak (PSP) dan Program Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan (SMKPK) di tahun ajaran 2021/2022. Kurikulum Merdeka telah melewati proses evaluasi dan revisi berdasarkan implementasi yang dilaksanakan pada PSP dan Program SMKPK tersebut.

Sumber : 

Posting Komentar untuk "Bingung dengan Kurikulum Merdeka ? Simak Penjelasan Lengkapnya"